BAB IV
Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata
terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan
yang timbul undang-undang.
Azas-azas
dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III
KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
·Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak
terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya
bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yg dijanjikannya, tetapi tdk sebagaimana yg dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bag debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bag debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.
Membayar Kerugian yang Diderita oleh
Kreditur (Ganti Rugi)
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan Risiko
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan Risiko
Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
1. Pembaharuan utang (inovatie)
2. Perjumpaan utang (kompensasi)
3. Pembebasan utang
4. Musnahnya barang yang terutang
5. Musnahnya barang yang terutang
6. Kedaluwarsa
Sumber :
Aspek
Hukum Dalam Bisnis, oleh NELTJE F. KATUUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar