Minggu, 28 April 2013

Hukum Ekonomi , Subjek dan Objek Hukum , Hukum Perdata , Hukum Perikatan


1.  Pengertian Hukum Dan Hukum Ekonomi
A. Pengertian Hukum
Hukum pada dasarnya merupakan kumpulan aturan, perundang-undangan atau hukum kebiasaan, di mana suatu negara atau masyarakat mengakuinya sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya dan terdapat sanksi bagi yang melanggarnya.
Adapun beberapa definisi hukum menurut para ahli  sebagai berikut:
  • Prof.Subekti.S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat.
  • Prof. Van Apeldoorn mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
  • Geny mengaarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkan “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
  • Bentham berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang bermanfaat bagi orang.
Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan beragam antara lain sebagai berikut:
a)  Hukum diartikan sebagai produk keputusan penguasa; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan lain-lain.
b) Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim; putusan-putusan yang dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara yang dikenal dengan jurisprudence (yurisprodensi).
c)  Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja hukum; hukum diartikan sebagai sosok seorang petugas hukum seperti polisi yang sedang bertugas. Pandagan ini sering dijumpai di dalam masyarakat tradisionil.
d)  Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku; sebuah perilaku yang tetap sehingga dianggap sebagai hukum.
e)  Hukum diartikan sebagai sistem norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang hidup ditengah masyarakat. Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan, agama dan hukum (yang tertulis) yang berlakunya mengikat kepada seluruh anggota masyarakat dan mendapat sanksi bagi pelanggar.
f)   Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan lain-lain, yang berlaku secara umum.
g)  Hukum diartikan sebagai ilmu; hukum yang diartikan sebagai pengetahuan yang akan dijelaskan secara sistematis, metodis, objektif, dan universal. Keempat perkara tersebut adalah syarat ilmu pengetahuan.
h)  Hukum diartikan sebagai gejala sosial; hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat.

B. Tujuan Hukum
       Sesuai dengan banyaknya pendapat tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat antara satu ahli dengan ahli yang lain.
Berikut ini beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum:
  • Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
  • Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
  • Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
  • Geny (Teori Ethic): tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini.
  • Jeremy Bentham (Teori Utility): tujuan hukum adalah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.
      Maka pada umumnya Hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan  pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat itu.

C. Sumber-Sumber Hukum
Sumber hukummerupakan segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau dari segi material dan formal
  • Sumber-sumber hukum material ; Dalam sumber hukum material dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dan lain-lain
  • Sumber hukum formal ; Dalam sumber dari suatu peraturan memperoleh kekuatan mengikat, berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.
Yang diakui umum sebagai sumber hukum formil :
1.     Undang – Undang (Statute); suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan  hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara oleh penguasa Negara.
2.     Kebiasaan (Costum); suatu perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama .
3.     Keputusan Hakim (Jurisprudentie); Dari ketentuan pasal 22 A.B , bahwa seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka hakim haruslah membuat peraturan sendiri berupa Traktat (Treaty) dan Pendapat sarjana hukum (Doktrin).

D. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
1.  Hukum Tertulis (written law), yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
2.  Hukum Tidak Tertulis (unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
1.  Jenis-jenis hukum tertentu
2.  Sistematis
3.  Lengkap
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk memperoleh:
a)  Kepastian hukum
b)  Penyederhanaan hukum
c)  Kesatuan hukum
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1.  Kodifikasi Terbuka, adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk modifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan atas kehendak perkembangan hukkum itu sendiri system ini mempunyai kebaikan ialah : “ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan hukum disini diartikan sebagai peraturan.”
2.  Kodifikasi Tertutup, Adalah semua hal yang menyangkut permasalahan dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Isi dari kodifikasi tertutup diantaranya :
a)  Politik hukum lama
b)  Unifikasi di zaman hindia belanda (Indonesia) gagal
c)  Penduduk terpecah menjadi : Penduduk bangsa eropa,  Penduduk bangsa timur asing, Penduduk bangsa pribadi (Indonesia)
d)  Pemikiran bangsa Indonesia terpecah-pecah,
e)  Pendidikan bangsa dan Indonesia

E. Norma dan Kaidah Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara, mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan.
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi dua, yaitu :
1. Hukum Imperatif, merupakan kaidah hukum yang bersifat apriori harus ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2.  Hukum Fakultatif, merupakan hukum tidak secara apriori mengikat atau kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Macam-Macam Norma terdiri dari :
1.     Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah, larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
2.     Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3.     Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu.
4.     Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.
F. Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Permasalahan ekonomi pada intinya adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya terbatas,yang kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.

Hukum ekonomi adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Menurut Sunaryati Hartono, hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek yaitu :
1.     Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2.     Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
A.   Hukum Ekonomi Pembangunan, adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
B.   Hukum Ekonomi Sosial, adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia).
2.     Subjek dan Objek Hukum
A.  Subjek Hukum

        Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
 
     Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :

1.  Subjek Hukum Manusia


Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia.

Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :

1.  Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
2.  Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan,   pemabuk, pemboros.

B. Subjek Hukum Badan Usaha

Adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu. Sebagai subjek hukum, badan usaha mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
 
1.  Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2.     Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.

B. Objek Hukum

        Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :

1.  Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)

        Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :

A. Benda bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan
B. Benda tidak bergerak

2.  Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)

        Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.

3.  Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan Utang (Hak Jaminan)

        Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).


Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).

A.   Macam-macam Pelunasan Hutang

Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.

B. Jaminan Umum

Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.

Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.

Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :

Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang) :
a.     Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

b.    Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang.

c.      Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).

3.     Hukum Perdata
A. Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945. Sedangkan hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat.
B. Sejarah Singkat Hukum Perdata
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yang disusun berdasarkan hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’ yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal dunia 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1.  BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
2.  WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
3. Kodifikasi ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda
C. Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Mengenai keadaan hukum perdata dewasa ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu masih beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ada 2 faktor yaitu:
1.  faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia.
2.  faktor hostia yuridis yang dapat dilihat pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan, yaitu:
a.  golongan eropa dan yang dipersamakan.
b.  golongan bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang  dipersamakan.
c.  golongan timur asing ( bangsa cina, India, arab ).
D. Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata itu ada 2, yaitu sebagai berikut:
1.  Menurut Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
a. Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
b. Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
c.  Hukum tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
d. Hukum waris/erfrecht
2.  Menurut Undang-Undang/Hukum Perdata
a.  Buku I tentang orang/van personen
b.  Buku II tentang benda/van zaken
c. Buku III tentang perikatan/van verbintenisen
d. Buku IV tentang pembuktian dan daluarsa/van bewijs en verjaring
4.  Hukum Perikatan
 
       Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

1.  Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.  Perikatan yang timbul undang-undang.
Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
·Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Wanprestasi dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :

1.  Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2.  Melaksanakan apa yg dijanjikannya, tetapi tdk sebagaimana yg dijanjikan
3.  Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4.  Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
       Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bag debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.  Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
2.  Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3.  Peralihan Risiko
Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
1.  Pembaharuan utang (inovatie)
2.  Perjumpaan utang (kompensasi)
3.  Pembebasan utang
4.  Musnahnya barang yang terutang
5.  Musnahnya barang yang terutang
6.  Kedaluwarsa
Sumber : 
 Aspek Hukum Dalam Bisnis, oleh NELTJE F. KATUUK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar