1. Pengertian Hukum Dan Hukum Ekonomi
A.
Pengertian Hukum
Hukum pada dasarnya merupakan kumpulan aturan,
perundang-undangan atau hukum kebiasaan, di mana suatu negara atau masyarakat
mengakuinya sebagai sesuatu yang mempunyai kekuatan mengikat terhadap warganya
dan terdapat sanksi bagi yang melanggarnya.
Adapun
beberapa definisi hukum menurut para ahli sebagai berikut:
- Prof.Subekti.S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat.
- Prof. Van Apeldoorn mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
- Geny mengaarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkan “kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
- Bentham berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang bermanfaat bagi orang.
Pada umumnya,
pengertian hukum dapat diartikan beragam antara lain sebagai berikut:
a) Hukum diartikan sebagai produk keputusan
penguasa; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan
lain-lain.
b) Hukum diartikan sebagai produk keputusan hakim;
putusan-putusan yang dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara yang
dikenal dengan jurisprudence (yurisprodensi).
c) Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja
hukum; hukum diartikan sebagai sosok seorang petugas hukum seperti polisi yang
sedang bertugas. Pandagan ini sering dijumpai di dalam masyarakat tradisionil.
d) Hukum diartikan sebagai wujud sikap tindak/perilaku;
sebuah perilaku yang tetap sehingga dianggap sebagai hukum.
e) Hukum diartikan sebagai sistem
norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang hidup ditengah masyarakat.
Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan, agama dan hukum (yang
tertulis) yang berlakunya mengikat kepada seluruh anggota masyarakat dan
mendapat sanksi bagi pelanggar.
f) Hukum diartikan sebagai tata nilai;
hukum mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan
lain-lain, yang berlaku secara umum.
g) Hukum diartikan sebagai ilmu; hukum yang
diartikan sebagai pengetahuan yang akan dijelaskan secara sistematis, metodis,
objektif, dan universal. Keempat perkara tersebut adalah syarat ilmu
pengetahuan.
h) Hukum diartikan sebagai gejala sosial;
hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat.
B. Tujuan Hukum
Sesuai dengan banyaknya pendapat tentang
pengertian hukum, maka tujuan hukum juga terjadi perbedaan pendapat antara satu
ahli dengan ahli yang lain.
Berikut ini beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan
hukum:
- Prof. Lj. Van Apeldorn: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.
- Aristoteles: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
- Prof. Soebekti: Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan dan ketertiban bagi masyarakatnya.
- Geny (Teori Ethic): tujuan hukum adalah untuk keadilan semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini.
- Jeremy Bentham (Teori Utility): tujuan hukum adalah untuk memberikan faedah sebanyak-sebanyaknya.
Maka pada umumnya Hukum bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam
masyarakatdan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas
keadilan dari masyarakat itu.
C.
Sumber-Sumber Hukum
Sumber hukummerupakan segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang
apabila dilanggar menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum ditinjau
dari segi material dan formal
- Sumber-sumber hukum material ; Dalam sumber hukum material dapat ditinjau dari berbagai sudut, misalnya dari sudut ekonomi, sejarah sosiolagi, filsafat, dan lain-lain
- Sumber hukum formal ; Dalam sumber dari suatu peraturan memperoleh kekuatan mengikat, berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku.
Yang diakui umum sebagai sumber hukum formil :
1. Undang
– Undang (Statute);
suatu peraturan Negara yang mempunyai kekuasaan hukum yang mengikat diadakan dan dipelihara
oleh penguasa Negara.
2. Kebiasaan
(Costum); suatu
perbuatan manusia uang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal sama .
3.
Keputusan Hakim (Jurisprudentie); Dari ketentuan pasal 22 A.B , bahwa
seorang hakim mempunyai hak untuk membuat peraturan sendiri untuk menyelesaikan
suatu perkara. Dengan demikian, apabila Undang – undang ataupun kebiasaan tidak
member peraturan yang dapat dipakainya untuk menyelesaikan perkara itu, maka
hakim haruslah membuat peraturan sendiri berupa Traktat (Treaty) dan Pendapat
sarjana hukum (Doktrin).
D. Kodifikasi Hukum
Kodifikasi
Hukum adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang
secara sistematis dan lengkap.
Ditinjau
dari segi bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
1. Hukum
Tertulis (written law),
yaitu hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan-peraturan.
2. Hukum
Tidak Tertulis (unwritten law), yaitu hukum yang masih hidup dalam
keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati seperti
suatu peraturan perundangan (hukum kebiasaan).
Unsur-unsur dari suatu kodifikasi:
1. Jenis-jenis hukum
tertentu
2. Sistematis
3. Lengkap
Tujuan Kodifikasi Hukum tertulis untuk
memperoleh:
a) Kepastian hukum
b) Penyederhanaan hukum
c) Kesatuan hukum
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi
hukum, yaitu :
1. Kodifikasi
Terbuka, adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya
tambahan-tambahan diluar induk modifikasi. Hal ini dilakukan berdasarkan atas
kehendak perkembangan hukkum itu sendiri system ini mempunyai kebaikan ialah
: “ Hukum dibiarkan berkembang menurut kebutuhan masyarakat dan hukum
tidak lagi disebut sebagai penghambat kemajuan hukum disini diartikan sebagai
peraturan.”
2. Kodifikasi
Tertutup, Adalah semua hal yang menyangkut permasalahan dimasukkan
ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Isi dari kodifikasi tertutup
diantaranya :
a) Politik hukum lama
b) Unifikasi di zaman hindia belanda
(Indonesia) gagal
c) Penduduk terpecah menjadi : Penduduk
bangsa eropa, Penduduk bangsa timur asing, Penduduk bangsa pribadi
(Indonesia)
d) Pemikiran bangsa Indonesia
terpecah-pecah,
e) Pendidikan bangsa dan Indonesia
E. Norma dan Kaidah Hukum
Kaidah hukum adalah peraturan yang dibuat atau yang
dipositifkan secara resmi oleh penguasa masyarakat atau penguasa negara,
mengikat setiap orang dan berlakunya dapat dipaksakan oleh aparat masyarakat
atau aparat negara, sehingga berlakunya kaidah hukum dapat dipertahankan.
Menurut sifatnya kaidah hukum
terbagi dua, yaitu :
1. Hukum
Imperatif, merupakan kaidah hukum yang bersifat apriori harus
ditaati, bersifat mengikat dan memaksa.
2. Hukum
Fakultatif, merupakan hukum tidak secara apriori mengikat atau
kaidah fakultatif bersifat sebagai pelengkap.
Macam-Macam Norma terdiri dari :
1.
Norma Agama adalah
peraturan hidup yang berisi pengertian-pengertian, perintah-perintah,
larangan-larangan dan anjuran-anjuran yang berasal dari Tuhan yang merupakan
tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar.
2.
Norma
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati.
Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh sebagian orang sebagai
pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
3.
Norma Kesopanan adalah
peraturan hidup yang muncul dari hubungan sosial antar individu.
4.
Norma Hukum adalah
peraturan-peraturan hidup yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di
tiap-tiap daerah dalam negara tersebut. Dapat diartikan bahwa norma hukum ini
mengikat tiap warganegara dalam wilayah negara tersebut.
F. Ekonomi dan
Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah ilmu
yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.
Permasalahan ekonomi pada intinya adalah adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang
jumlahnya terbatas,yang kemudian menyebabkan timbulnya kelangkaan.
Hukum ekonomi adalah suatu
hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling berhubungan
satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari-hari dalam masyarakat.
Menurut Sunaryati Hartono, hukum ekonomi adalah penjabaran hukum
ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi tersebut
mempunyai dua aspek yaitu :
1. Aspek
pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi
2. Aspek
pengaturan usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata
diantara seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu :
A. Hukum Ekonomi Pembangunan, adalah yang
meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan
pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
B. Hukum Ekonomi Sosial, adalah yang
menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan
ekonomi nasional secara adil dan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia).
2.
Subjek dan
Objek Hukum
A. Subjek Hukum
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak dalam hukum. Terdiri dari orang dan badan hukum.
Subjek hukum di bagi atas 2 jenis, yaitu :
1. Subjek Hukum Manusia
1. Subjek Hukum Manusia
Adalah setiap
orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban.
Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal
dunia.
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa,
dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu
orang yang sakit ingatan, pemabuk,
pemboros.
B. Subjek Hukum Badan Usaha
Adalah suatu
perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan tertentu.
Sebagai subjek hukum, badan usaha
mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu :
1. Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2.
Hak dan
Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
B. Objek Hukum
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum yaitu berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan). Berikut ini penjelasannya :
1. Benda yang bersifat kebendaan
(Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah / berwujud. Yang meliputi :
A. Benda
bergerak / tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak
dapat dihabiskan
B. Benda tidak bergerak
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
2. Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
3. Hak Kebendaan yang Bersifat sebagai Pelunasan
Utang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan utang adalah hak jaminan yang melekat pada kreditur yang memberikan kewenangan kepadanya untuk melakukan ekekusi kepada benda melakukan yang dijadikan jaminan, jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).
Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak
jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian
pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
A.
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat
umum dan jaminan yang bersifat khusus.
B. Jaminan Umum
Pelunasan
hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132
KUH Perdata.
Dalam pasal
1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun
yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan
terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan
pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan
secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya
piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan
sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila
telah memenuhi persyaratan antara lain :
Benda tersebut bersifat ekonomis
(dapat dinilai dengan uang) :
a.
Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
b.
Gadai
Dalam pasal
1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas
suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain
atas namanya untuk menjamin suatu hutang.
c.
Hipotik
Hipotik
berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak
bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi pelunasan suatu
perhutangan (verbintenis).
3.
Hukum Perdata
A. Hukum Perdata
Yang Berlaku Di Indonesia
Hukum perdata Indonesia
adalah hukum perdata yang berlaku dan diberlakukan di Indonesia. Hukum perdata
yang berlaku di Indonesia meliputi hukum perdata barat dan hukum perdata
nasional. Hukum perdata barat adalah hukum bekas peninggalan kolonia Belanda
yang berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945.
Sedangkan hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan
Pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat.
B. Sejarah Singkat
Hukum Perdata
Hukum
perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yang disusun berdasarkan
hukum Romawi ‘Corpus Juris Civilis’ yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum
yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua
kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum
dagang).
Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813),
kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan
terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813).
Pada
Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil)
atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh
MR.J.M. KEMPER disebut ONTWERP KEMPER namun sayangnya KEMPER meninggal
dunia 1824 sebelum
menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Tinggi Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6
Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal
1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :
1. BW
[atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).
2. WvK
[atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]
3. Kodifikasi
ini menurut Prof Mr J, Van Kan BW adalah merupakan terjemahan dari Code Civil
hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional
Belanda
C. Pengertian
& Keadaan Hukum Di Indonesia
Yang dimaksud dengan
Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan
antara perorangan di dalam masyarakat. Mengenai keadaan hukum perdata dewasa
ini di Indonesia dapat dikatakan masih bersifat majemuk, yaitu masih beraneka
warna. Penyebab dari keanekaragaman ada
2 faktor yaitu:
1.
faktor ethnis disebabkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia.
2. faktor hostia yuridis yang
dapat dilihat pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga
golongan, yaitu:
a. golongan
eropa dan yang dipersamakan.
b.
golongan bumi putera ( pribumi / bangsa Indonesia asli ) dan yang dipersamakan.
c. golongan timur asing (
bangsa cina, India, arab ).
D. Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata itu ada
2, yaitu sebagai berikut:
1. Menurut
Ilmu Hukum/Ilmu Pengetahuan
a. Hukum
tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi (personen recht)
b.
Hukum tentang keluarga/hukum keluarga (Familie Recht)
c. Hukum
tentang harta kekyaan/hukum harta kekayaan/hukum harta benda (vermogen recht)
d. Hukum
waris/erfrecht
2. Menurut
Undang-Undang/Hukum Perdata
a. Buku
I tentang orang/van personen
b. Buku
II tentang benda/van zaken
c. Buku
III tentang perikatan/van verbintenisen
d. Buku IV tentang pembuktian dan
daluarsa/van bewijs en verjaring
4. Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “ver bintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata
terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan
yang timbul undang-undang.
Azas-azas
dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III
KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
·Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak
terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu
perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
·Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya
bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Wanprestasi
dan Akibat-akibatnya
Wansprestasi
timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan.
Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yg dijanjikannya, tetapi tdk sebagaimana yg dijanjikan
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bag debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bag debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1.
Membayar Kerugian yang Diderita oleh
Kreditur (Ganti Rugi)
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan Risiko
2. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian
3. Peralihan Risiko
Hapusnya Perikatan
Perikatan
itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH
Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai
berikut :
1. Pembaharuan utang (inovatie)
2. Perjumpaan utang (kompensasi)
3. Pembebasan utang
4. Musnahnya barang yang terutang
5. Musnahnya barang yang terutang
6. Kedaluwarsa
Sumber :
Aspek
Hukum Dalam Bisnis, oleh NELTJE F. KATUUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar