Contoh
Kasus Ekonomi Koperasi
1. Koperasi “Muda Sejahtera” yang jumlah
simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 100.000.000,-
menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2001 sebagai berikut
:
(hanya
untuk anggota):
Penjualan Rp
460.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
1. Cadangan Koperasi 40%
2. Jasa Anggota 25%
3. Jasa Modal 20%
4. Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
A. Perhitungan pembagian SHU
B. Jurnal pembagian SHU
C. Perhitungan persentase jasa modal
D. Perhitungan persentase jasa anggota
E. Hitung berapa yang diterima Tuan Yohan (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi Maju Jaya senilai Rp 920.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
1. Cadangan Koperasi 40%
2. Jasa Anggota 25%
3. Jasa Modal 20%
4. Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
A. Perhitungan pembagian SHU
B. Jurnal pembagian SHU
C. Perhitungan persentase jasa modal
D. Perhitungan persentase jasa anggota
E. Hitung berapa yang diterima Tuan Yohan (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi Maju Jaya senilai Rp 920.000,-
JAWABAN
A. Perhitungan pembagian SHU
Keterangan SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota 25% Rp 10.000.000,-
Jasa Modal 20% Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% Rp 6.000.000,-
Total 100% Rp 40.000.000,-
B. Jurnal
SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota Rp 10.000.000,-
Jasa Modal Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain Rp 6.000.000,-
C. Perhitungan Presentase Jasa Modal
Persentase jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa
modal : Total modal) x 100% = (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x 100% = 8%
Keterangan:-
Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
- Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang
d. Persentase jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x 100
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x 100% = 2,17%
- Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang
d. Persentase jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x 100
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x 100% = 2,17%
Keterangan:
– perhitungan di atas adalah untuk koperasi konsumsi
- untuk koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman
e. Yang diterima Tuan Yohan:
- jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x Modal Tuan Yohan
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x Rpo 500.000,- = Rp 40.000,-
- jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Tuan Yohan
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x Rp 920.000,- = Rp 20.000,-
Jadi yang diterima Tuan Yohan adalah Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-
- untuk koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman
e. Yang diterima Tuan Yohan:
- jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x Modal Tuan Yohan
= (Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,-) x Rpo 500.000,- = Rp 40.000,-
- jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Tuan Yohan
= (Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,-) x Rp 920.000,- = Rp 20.000,-
Jadi yang diterima Tuan Yohan adalah Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-
Keterangan:
untuk koperasi simpan pinjam, Pembelian Tuan Yohan diganti Pinjaman Tuan Yohan
pada koperasi .
2.
SHU KOPERASI Koperasi A setelah Pajak adalah Rp. 1000.000,- Jika dibagi sesuai
prosentase Pembagian SHU KOPERASI koperasi seperti contoh yang disampaiakan
sebelumnya maka diperoleh:
Cadangan : 40 % = 40% x Rp.1.000.000,- = Rp. 400.000,-
SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 % = 40% x Rp.1.000.000,- = Rp. 400.000,-
Dana pengurus : 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana karyawan : 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana Pembangunan Daerah kerja / Pendidikan : 5 %= 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana sosial : 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Yang bisa dibagi kepada anggota adalah SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 %
Atau dalam contoh diatas senilai Rp.400.000,-
Maka Langkah-langkah pembagian SHU KOPERASI adalah sebagai berikut:
a. Di RAT ditentukan berapa persentasi SHU KOPERASI yang dibagikan untuk aktivitas ekonomi (transaksi anggota) dan berapa prosentase untuk SHU KOPERASI modal usaha (simpanan anggota) prosentase ini tidak dimasukan kedalam AD/ART karena perbandingan antara keduanya sangat mudah berubah tergantung posisi keuangan dan dominasi pengaruh atas usaha koperasi, maka harus diputuskan setiap tahun . Biasanya prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi ( Y) adalah 70% dan prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha adalah 30%. Jika demikian maka sesuai contoh diatas
Y = 70% x Rp.400.000,-
= Rp. 280.000,-
Cadangan : 40 % = 40% x Rp.1.000.000,- = Rp. 400.000,-
SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 % = 40% x Rp.1.000.000,- = Rp. 400.000,-
Dana pengurus : 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana karyawan : 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana Pembangunan Daerah kerja / Pendidikan : 5 %= 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana sosial : 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Yang bisa dibagi kepada anggota adalah SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 %
Atau dalam contoh diatas senilai Rp.400.000,-
Maka Langkah-langkah pembagian SHU KOPERASI adalah sebagai berikut:
a. Di RAT ditentukan berapa persentasi SHU KOPERASI yang dibagikan untuk aktivitas ekonomi (transaksi anggota) dan berapa prosentase untuk SHU KOPERASI modal usaha (simpanan anggota) prosentase ini tidak dimasukan kedalam AD/ART karena perbandingan antara keduanya sangat mudah berubah tergantung posisi keuangan dan dominasi pengaruh atas usaha koperasi, maka harus diputuskan setiap tahun . Biasanya prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi ( Y) adalah 70% dan prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha adalah 30%. Jika demikian maka sesuai contoh diatas
Y = 70% x Rp.400.000,-
= Rp. 280.000,-
X
= 30% x Rp.400.000,-
= Rp. 120.000,-
= Rp. 120.000,-
b.
Hitung Total transaksi tiap anggota, total simpanan tiap anggota dan total
transaksi seluruh anggota serta total simpanan seluruh anggota. Sebagi contoh
kita akan menghitung SHU KOPERASI Gusbud. Dari data transaksi anggota diketahui
Gusbud bertransaksi sebesar Rp. 10.000,- dengan simpanan Rp. 5000,- sedangakan
total transaksi seluruh anggota adalah Rp.10.000.000,- dengan total simpanan
anggota adalah Rp.2.000.000,-
Maka
SHU KOPERASIAE Gusbud = Rp. 10.000,-/ Rp.10.000.000,-( Rp. 280.000,-)
= Rp. 280,-
Maka
SHU KOPERASIAE Gusbud = Rp. 10.000,-/ Rp.10.000.000,-( Rp. 280.000,-)
= Rp. 280,-
SHU
KOPERASIMU Gusbud = Rp. 5000,- / Rp.2.000.000,- (Rp. 120.000,-)
= Rp.300,-
= Rp.300,-
3.
Kasus Koperasi Karang Asem Membangun
Kasus Kospin (Koperasi Simpan Pinjam) di Kabupaten Pinrang, Sulawawesi Selatan yang menawarkan bunga simpanan fantastis hingga 30% per bulan sampai akhirnya nasabah dirugikan ratusan milyar rupiah, ternyata belum menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Bagi Anda yang belum pernah tahu Kabupaten KarangAsem, belakangan ini akan semakin sering mendengar nama KarangAsem di media massa. Apa pasalnya, sehingga nama KarangAsem mencuat? Jawaban paling sahih, mencuatnya nama KarangAsem akibat adanya kasus investasi Koperasi KarangAsem Membangun.
Kabupaten KarangAsem adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bali. Kabupaten ini masih tergolong kabupaten tertinggal dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan kondisi perekonomian daerah yang relatif ‘morat-marit’. Data dari Pemda Karangasem menyebutkan pendapatan per kapita masyarakat hanya sekitar Rp 6 juta per tahun.
Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat berpendidikan tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment (bisa dilihat di website KKM di http://www.kkm.balipromotion.net/). Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta.
Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Secara akal sehat, tentunya sangat tidak masuk akal bahwa produk investasi KKM bisa menawarkan keuntungan yang begitu tinggi (150% per tiga bulan alias 600% per tahun). Perlu diingat, return 150% hanya untuk nasabah saja, belum termasuk biaya operasional dan margin bagi KKM. Artinya, KKM harus menginvestasikan modal nasabah dengan return di atas angka 150% tersebut dalam waktu tiga bulan, agar skema capital investment tidak ambruk. Ini tentunya boleh dikatakan mustahil bisa bertahan lama.
Beruntung Bupati Karangasem, I Wayan Geredeg cepat bertindak, dengan meminta kepolisian segera menutup bisnis investasi ala KKM tersebut. Hasil penyitaan asset, hanya berhasil menyita asset senilai Rp.321 milyar atau hanya separuh dari simpanan total nasabah Rp.700 milyar. Lebih dari Rp.400 milyar uang nasabah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya, tindakan Bupati Karangasem, justru ditentang oleh para nasabah. Ironis sekali, mereka tidak merasa tertipu dan menganggap Bupati Karangasem melakukan fitnah sehingga pengurus KKM ditangkap polisi. Nasabah malah meminta pengurus KKM dibebaskan, agar dana mereka yang telah disetorkan dapat dikembalikan.
Perilaku nasabah KKM, bisa dikatakan mirip-mirip dengan member InterMetro Fund dan Bisnis5Milyar.com yang pernah diangkat di blog JanganSerakah ini. Mereka tidak mau mempelajari skema investasi yang dijanjikan dan hanya terfokus pada return yang menarik. Nasabah KKM juga mengabaikan fakta bahwa skema capital investment ala KKM tidak mendapatkan ijin, baik dari Bank Indonesia atau Bapepam. Tuntutan nasabah KKM agar Pemerintah mengganti uang yang dsetorkan ke KKM juga sulit untuk direalisasikan, karena investasi murni keputusan nasabah dan kondisi fiskal pemerintah tidak memungkinkan bailout.
Dengan latar belakang pendidikan rendah, mungkin nasabah KKM tidak mengenal nama Ponzi atau Madoff, tapi paling tidak seharusnya mereka bisa menggunakan akal sehat agar investasi tersebut tidak hilang sia-sia. Penegakan hukum oleh kepolisian dan Bupati Karangasem mungkin agak terlambat, tapi hal itu harus dilakukan agar tidak semakin banyak calon-calon nasabah yang dirugikan. Kasus Koperasi ini meskipun merupakan sebuah pengalaman pahit, namun bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh masyarakat dan pemerintah!
Kasus Kospin (Koperasi Simpan Pinjam) di Kabupaten Pinrang, Sulawawesi Selatan yang menawarkan bunga simpanan fantastis hingga 30% per bulan sampai akhirnya nasabah dirugikan ratusan milyar rupiah, ternyata belum menjadi pelajaran bagi masyarakat Indonesia.
Bagi Anda yang belum pernah tahu Kabupaten KarangAsem, belakangan ini akan semakin sering mendengar nama KarangAsem di media massa. Apa pasalnya, sehingga nama KarangAsem mencuat? Jawaban paling sahih, mencuatnya nama KarangAsem akibat adanya kasus investasi Koperasi KarangAsem Membangun.
Kabupaten KarangAsem adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bali. Kabupaten ini masih tergolong kabupaten tertinggal dengan tingkat pendidikan masyarakat yang rendah dan kondisi perekonomian daerah yang relatif ‘morat-marit’. Data dari Pemda Karangasem menyebutkan pendapatan per kapita masyarakat hanya sekitar Rp 6 juta per tahun.
Pada tahun 2006 lalu, di kabupaten ini lahirlah sebuah koperasi dengan nama Koperasi KarangAsem Membangun (KKM). KKM ini dalam operasinya mengusung beberapa nama ‘besar’ di daerah tersebut. Pengurus KKM, misalnya, diketuai oleh Direktur Utama PDAM Karangasem, I Gede Putu Kertia, sehingga banyak anggota masyarakat yang tidak meragukan kredibilitas koperasi tersebut. Dengan bekal kredibilitas tersebut, KKM tersebut mampu menarik nasabah dari golongan pejabat dan masyarakat berpendidikan tinggi.
KKM sebenarnya bergerak pada beberapa bidang usaha, antara lain simpan pinjam, toko dan capital investment (bisa dilihat di website KKM di http://www.kkm.balipromotion.net/). Salah satu layanan KKM yang menjadi ‘primadona’ adalah Capital Investment (Investasi Modal). Layanan Capital Investment yang dikelola oleh KKM menjanjikan tingkat pengembalian investasi sebesar 150% setelah tiga bulan menanamkan modal. Dengan kondisi sosial dimana mayoritas masyarakat tergolong ekonomi kurang mampu dan juga pendidikan yang relatif rendah, iming-iming keuntungan sebesar itu tentunya sangat menggiurkan. Lucunya, ada juga beberapa anggota DPRD Kabupaten Karangasem yang ikut ‘berinvestasi’ di KKM, bahkan ada yang sampai menanamkan modal sebesar Rp.400 juta.
Konyolnya, walaupun KKM menawarkan produk investasi, koperasi tersebut sama sekali tidak mengantongi ijin dari Bapepam. Pada kenyataannya, sebenarnya layanan Investment Capital tersebut adalah penipuan model piramida uang. Sebagian nasabah yang masuk duluan, memang berhasil mendapatkan kembali uangnya sekaligus dengan ‘keuntungannya’. Seorang pemodal misalnya, memberikan testimoni bahwa hanya dengan bermodalkan Rp 500 ribu, dalam waktu 3 bulan ia mendapatkan hasil Rp.1,5 juta. Dengan iming-iming 150% tersebut, antara November 2007 hingga 20 Februari 2009, KKM berhasil menjaring 72.000 nasabah dengan nilai total simpanan Rp.700 milyar.
Secara akal sehat, tentunya sangat tidak masuk akal bahwa produk investasi KKM bisa menawarkan keuntungan yang begitu tinggi (150% per tiga bulan alias 600% per tahun). Perlu diingat, return 150% hanya untuk nasabah saja, belum termasuk biaya operasional dan margin bagi KKM. Artinya, KKM harus menginvestasikan modal nasabah dengan return di atas angka 150% tersebut dalam waktu tiga bulan, agar skema capital investment tidak ambruk. Ini tentunya boleh dikatakan mustahil bisa bertahan lama.
Beruntung Bupati Karangasem, I Wayan Geredeg cepat bertindak, dengan meminta kepolisian segera menutup bisnis investasi ala KKM tersebut. Hasil penyitaan asset, hanya berhasil menyita asset senilai Rp.321 milyar atau hanya separuh dari simpanan total nasabah Rp.700 milyar. Lebih dari Rp.400 milyar uang nasabah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sayangnya, tindakan Bupati Karangasem, justru ditentang oleh para nasabah. Ironis sekali, mereka tidak merasa tertipu dan menganggap Bupati Karangasem melakukan fitnah sehingga pengurus KKM ditangkap polisi. Nasabah malah meminta pengurus KKM dibebaskan, agar dana mereka yang telah disetorkan dapat dikembalikan.
Perilaku nasabah KKM, bisa dikatakan mirip-mirip dengan member InterMetro Fund dan Bisnis5Milyar.com yang pernah diangkat di blog JanganSerakah ini. Mereka tidak mau mempelajari skema investasi yang dijanjikan dan hanya terfokus pada return yang menarik. Nasabah KKM juga mengabaikan fakta bahwa skema capital investment ala KKM tidak mendapatkan ijin, baik dari Bank Indonesia atau Bapepam. Tuntutan nasabah KKM agar Pemerintah mengganti uang yang dsetorkan ke KKM juga sulit untuk direalisasikan, karena investasi murni keputusan nasabah dan kondisi fiskal pemerintah tidak memungkinkan bailout.
Dengan latar belakang pendidikan rendah, mungkin nasabah KKM tidak mengenal nama Ponzi atau Madoff, tapi paling tidak seharusnya mereka bisa menggunakan akal sehat agar investasi tersebut tidak hilang sia-sia. Penegakan hukum oleh kepolisian dan Bupati Karangasem mungkin agak terlambat, tapi hal itu harus dilakukan agar tidak semakin banyak calon-calon nasabah yang dirugikan. Kasus Koperasi ini meskipun merupakan sebuah pengalaman pahit, namun bisa menjadi pelajaran berharga bagi seluruh masyarakat dan pemerintah!
Sumber : http://agung21winarto.wordpress.com/2009/12/16/contoh-kasus-ekonomi-koperasi/
Contoh Kasus – Kasus
Ekonomi Koperasi
1.
Koperasi
“Maju mundur” yang jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar
Rp 100.000.000,- menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2012
sebagai berikut : (hanya untuk anggota):
Penjualan
Rp
460.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
1. Cadangan Koperasi 40%
2. Jasa Anggota 25%
3. Jasa Modal 20%
4. Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
A. Perhitungan pembagian SHU
B. Jurnal pembagian SHU
C. Perhitungan persentase jasa modal
D. Perhitungan persentase jasa anggota
E. Hitung berapa yang diterima Tuan Yohan (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi Maju Jaya senilai Rp 920.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 400.000.000,-
Laba Kotor Rp 60.000.000,-
Biaya Usaha Rp 20.000.000,-
Laba Bersih Rp 40.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
1. Cadangan Koperasi 40%
2. Jasa Anggota 25%
3. Jasa Modal 20%
4. Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
A. Perhitungan pembagian SHU
B. Jurnal pembagian SHU
C. Perhitungan persentase jasa modal
D. Perhitungan persentase jasa anggota
E. Hitung berapa yang diterima Tuan Yohan (seorang anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 500.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi Maju Jaya senilai Rp 920.000,-
JAWABAN
A. Perhitungan pembagian SHU
A. Perhitungan pembagian SHU
Keterangan SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota 25% Rp 10.000.000,-
Jasa Modal 20% Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% Rp 6.000.000,-
Total 100% Rp 40.000.000,-
B. Jurnal Pembagian SHU
SHU Rp 40.000.000,-
Cadangan Koperasi Rp 16.000.000,-
Jasa Anggota Rp 10.000.000,-
Jasa Modal Rp 8.000.000,-
Jasa Lain-lain Rp 6.000.000,-
C.
Perhitungan Presentase Jasa Modal
Persentase jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x 100%
= ( Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,- ) x 100% =
8%
Keterangan : * Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok
dan simpanan wajib
* Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang
* Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang
D.
Perhitungan Presentase Jasa Anggota
Persentase jasa anggota = ( Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi ) x 100
= ( Rp 10.000.000,- : Rp 460.000.000,- ) x 100% = 2,17%
Keterangan: * Perhitungan di atas adalah untuk koperasi
konsumsi
* Untuk koperasi simpan pinjam, total
penjualan diganti dengan total pinjaman
E.
Yang Di Terima Yohan
*
Jasa
modal = ( Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal ) x Modal Tuan Yohan
= ( Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,- ) x Rp 500.000,- = Rp 40.000,-
= ( Rp 8.000.000,- : Rp 100.000.000,- ) x Rp 500.000,- = Rp 40.000,-
* Jasa
anggota = ( Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi ) x Pembelian Tuan Yohan
= ( Rp 10.000.000,- : Rp
460.000.000,- ) x Rp 920.000,- = Rp 20.000,-
Jadi,
yang diterima Tuan Yohan adalah Rp 40.000,- + Rp 20.000,- = Rp 60.000,-
Keterangan:
Untuk koperasi simpan pinjam,
Pembelian Tuan Yohan diganti Pinjaman Tuan Yohan pada koperasi .
2.
SHU KOPERASI
Koperasi “sejahtera “setelah Pajak
adalah Rp. 1.000.000,- Jika dibagi sesuai prosentase Pembagian SHU KOPERASI
koperasi seperti contoh yang disampaiakan sebelumnya maka diperoleh:
Cadangan 40 % = 40% x Rp.1.000.00,- = Rp. 400.000,-
SHU Koperasi Dibagi pada anggota 40 % = 40% x Rp.1.000.000,- = Rp. 400.000,-
Dana pengurus 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana karyawan 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana Pembangunan Daerah kerja / Pendidikan 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana sosial 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Yang bisa dibagi kepada anggota adalah SHU KOPERASI Dibagi pada anggota
Cadangan 40 % = 40% x Rp.1.000.00,- = Rp. 400.000,-
SHU Koperasi Dibagi pada anggota 40 % = 40% x Rp.1.000.000,- = Rp. 400.000,-
Dana pengurus 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana karyawan 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana Pembangunan Daerah kerja / Pendidikan 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Dana sosial 5 % = 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-
Yang bisa dibagi kepada anggota adalah SHU KOPERASI Dibagi pada anggota
40 % Atau dalam contoh diatas senilai Rp.400.000,-
Maka Langkah-langkah pembagian SHU KOPERASI adalah sebagai berikut :
A. Di RAT ditentukan berapa persentasi SHU
KOPERASI yang dibagikan untuk aktivitas ekonomi (transaksi anggota) dan berapa
prosentase untuk SHU KOPERASI modal usaha (simpanan anggota) prosentase ini
tidak dimasukan kedalam AD/ART karena perbandingan antara keduanya sangat mudah
berubah tergantung posisi keuangan dan dominasi pengaruh atas usaha koperasi,
maka harus diputuskan setiap tahun . Biasanya prosentase SHU KOPERASI yang
dibagi atas Aktivitas Ekonomi ( Y) adalah 70% dan prosentase SHU KOPERASI yang
dibagi atas Modal Usaha adalah 30%. Jika demikian maka sesuai contoh diatas
Y = 70% x Rp.400.000,- = Rp. 280.000,-
Y = 70% x Rp.400.000,- = Rp. 280.000,-
X
= 30% x Rp.400.000,- = Rp. 120.000,-
B. Hitung Total transaksi tiap anggota, total
simpanan tiap anggota dan total transaksi seluruh anggota serta total simpanan seluruh
anggota. Sebagi contoh kita akan menghitung SHU KOPERASI Gusbud. Dari data
transaksi anggota diketahui Gusbud bertransaksi sebesar Rp. 10.000,- dengan simpanan Rp.
5000,- Sedangakan total transaksi seluruh anggota adalah Rp.10.000.000,- dengan total simpanan
anggota adalah Rp.2.000.000,- Maka
SHU
KOPERASIAE Gusbud = Rp. 10.000,- : Rp.10.000.000,- x ( Rp. 280.000,-)
= Rp. 280,-
= Rp. 280,-
SHU
KOPERASIMU Gusbud
= Rp. 5000,- / Rp.2.000.000,- ( Rp. 120.000,- )
= Rp.300,-
= Rp.300,-
3. Seperti yang kita
ketahui, bahwa koperasi bukanlah badan usaha yang berupa kumpulan modal. Koperasi adalah badan usaha yang unik
karena dimiliki oleh banyak individu. Koperasi merupakan kumpulan dari
individu-individu yang memiliki kesamaan visi, misi, dan didasari oleh jiwa
kerja sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam operasinya,
kebijakan-kebijakan yang diambil dalam koperasi dilakukan secara demokratis demi
kepentingan untuk mencapai tujuan dan keinginan bersama.
Namun pada
kenyataannya koperasi tidak berjalan sesuai dengan
kebijakan-kebijakan yang
ditetapkan. Permasalahan mendasar yang terjadi pada koperasi adalah: Belum
adanya mekanisme yang jelas dan profesional dalam pengucuran kridit penguatan
modal yang dapat diterima oleh semua klasifikasi koperasi (maju, kurang maju
dan tidak maju).
Mesti juga kita akui ada kecenderungan selama ini, telah terjadi pemihakan yang kurang profesional dalam program pembinaan dan penyaluran program penguatan modal melalui kucuran fasilitas kridit bunga rendah.
Mesti juga kita akui ada kecenderungan selama ini, telah terjadi pemihakan yang kurang profesional dalam program pembinaan dan penyaluran program penguatan modal melalui kucuran fasilitas kridit bunga rendah.
Dalam hal yang terakhir, lembaga
penjamin penguatan modal Koperasi, seperti perbankan, lebih mendasarkan
pertimbangan keamanan pengembalian pinjaman modal sebagai pertimbangan paling
utama dalam mengucurkan penguatan modal Koperasi. Akibatnya, ada kasus, yang
mendapat kucuran kridit penguatan modal itu Koperasi-Koperasi tertentu saja,
bahkan sampai-sampai ada modal penguatan tidak tersalurkan menurut target,
karena persoalan-persoalan regulasi yang ada dilembaga penjamin.
Terhadap realitas seperti ini, kita
tentu dapat memahami bahwa lembaga perbankan itu merupakan lembaga ekonomi yang
keberlangsungannya sangat mutlak ditentukan oleh aturan-aturan yang baku dan
profesional.
Solusi :
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, langkah ke depan yang mesti kita
lakukan adalah:
lakukan adalah:
(A). Mengupayakan terciptanya mekanisme
penyaluran kredit penguatan modal yang aman bagi semua klasifikasi kelembagaan
Koperasi.
(B). Mengoptimalkan penguatan modal
melalui pinjaman non bank, seperti melakukan kerjasama dengan lembaga – lembaga
Koperasi di negara lain yang telah memiliki tradisi perkoperasian yang sudah
kuat.
4.
Kasus terbatasnya rentangan
jaringan kerja/usaha Koperasi telah menyebabkan Koperasi tetap saja menjadi
lembaga perekonomian rakyat yang selalu kerdil, tidak berdaya dan tidak
memiliki posisi tawar yang kuat dalam bermitra dengan pelaku-pelaku ekonomi
lainnya. Pada hal, di setiap Koperasi di nagari-nagari di Sumatera Barat banyak
potensi sumber daya ekonomi yang dapat digarap untuk dijadikan jaringan
kerjasama dengan pihak lain
Solusi :
Untuk mengatasi persoalan
terbatasnya jaringan kerja/usaha Koperasi tersebut, pengadaan kebijakan tentang
perintisan jaringan kerjasama dalam bidang usaha yang profesional perlu segera
dibuat. Perintisan jaringan usaha mesti berbasis kepada potensi dominan di
wilayah Koperasi berada. Konsep one village one product , tetap saja konsep
yang menarik bagi Koperasi dalam membangun jaringan usaha dengan pihak lain.
Contoh menarik dapat kita kemukakan, pengrajin – pengrajin seperti pengrajin
tenun, makanan kecil yang tergabung dalam kelembagaan Koperasi, jelas sangat
memiliki potensi untuk membangun jaringan kerja dengan industri kerajinan
sejenis di daerah lain, seperti daerah Pekanbaru, dan negeri Jiran Malaysia.
5.
Pada koperasi “kecil” di nagari-nagari, potensi sumber-sumber ekonomi di
nagari, seperti karet, kulit manis, kopi, pisang dan lain-lain, sebenarnya
memiliki peluang bagus untuk membangun jaringan usaha dengan para pedagang
pengumpul di pasar-pasar tradisional di setiap nagari. Untuk itu, sekali lagi
adanya pedoman kebijakan rintisan jaringan usaha yang profesional dan bersifat
kondisional sangat diperlukan dalam pengembangan Koperasi.
Masalah serius berikutnya, semakin
pudarnya kewibawaan Koperasi sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Menarik
pula untuk mencontohkan, mengapa Bank menjadi tempat bagi orang-orang untuk
menyimpan uangnya tanpa dihantui perasaan curiga? Tidak lain karena Bank,
berhasil memposisikan diri di
hati masyarakat sebagai lembaga kepercayaan. Jadi, sesungguhnya tidaklah begitu sulit juga untuk memajukan Koperasi, kalau Koperasi bisa tumbuh pula sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.
hati masyarakat sebagai lembaga kepercayaan. Jadi, sesungguhnya tidaklah begitu sulit juga untuk memajukan Koperasi, kalau Koperasi bisa tumbuh pula sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.
Solusi :
Ada beberapa kebijakan mendasar yang
mesti dibuat, atau kalau sudah ada mesti pula disempurnakan dan dioptimalkan.
(A). Harus ada aturan-aturan yang tegas
dan dijamin kekuatan dan kesahannya oleh peraturan perundangan tentang aliran
dana yang masuk ke Koperasi dijamin keamanannya.
(B). Terhadap pelanggaran,
penyelewengan, penggelapan dan kemacetan hutang yang menimpa Koperasi, mesti
dibuat mekanisme penyelesaian secara hukum. Selama ini, kasus-kasus
penyelewenngan, penggelapan dan hutang yang macet tidak pernah diusut secara
tuntas. Pada banyak kasus di nagari-nagari, kejadian-kejadian semacam inilah
yang telah menyebabkan Koperasi menjadi kehilangan kepercayaan di mata
masyarakat selam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar